Hana Tajima
Belakangan ini, nama Hana Tajima Simpson mulai menjadi topik pembicaraan di kalangan blogger Muslimah. Nama gadis campuran Jepang dan Inggris ini dikenal karena gaya berhijabnya yang unik dan lebih kasual. Wajah manis ini juga telah mulai menghiasi sejumlah media di UK dan Brasil. Hana yang lebih dikenal sebagai seorang desainer membuat kejutan melalui produk dengan merek Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasar dunia itu berupa hijab bergaya 'layers'. Melalui merek tersebut, Hana mencoba untuk memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Mulai memeluk Islam sejak usia 17 tahun, Hana datang dari latar belakang keluarga Kristen yang tidak terlalu mementingkan agama dalam kehidupan mereka. Ayahnya berasal dari Jepang sedangkan ibunya adalah seorang wanita Inggris. Minatnya pada Islam dimulai saat belajar di sekolah tinggi. Hana bertemu dan bersahabat dengan beberapa siswa Muslim. Pada pandangan Hana, sahabat-sahabatnya yang beragama Islam terlihat berbeda dengan yang lain. "Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa siswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi berlibur di sebuah klub malam." katanya. Untuk Hana, hal itu sangat menarik. Selain itu, sahabat-sahabatnya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan diajak berdiskusi terkait hal kuliah. Menurutnya, siswa Muslim lebih banyak menghabiskan waktu mereka membaca di perpustakaan atau berdiskusi.
Dari sahabat-sahabat Muslim itulah, secara perlahan-lahan Hana mulai tertarik dengan ilmu filsafat terutama filsafat Islam. Sejak saat itu, Hana mulai mempelajari filsafat Islam langsung dari sumbernya yaitu Al-Quran. Kenyataan bahwa Al-Quran tetap sama seperti sebelumnya berarti bahwa selalu ada titik referensi untuk semua hal. "Di dalam Al-Quran, saya menemukan banyak referensi berkisar pada isu-isu mengenai hak wanita. Semakin banyak saya membaca, semakin diri saya setuju dengan ide-ide dibalik Al-Quran dan saya bisa melihat bagaimana Islam bisa mewarnai kehidupan sahabat-sahabat Muslim saya. Namun saat itu, keinginan untuk memeluk agama ini masih belum tiba. Sampai tiba pada satu titik yang mana saya tidak dapat mengatakan tidak pada diri saya tentang kebenaran agama ini, maka saya memutuskan untuk menjadi seorang Islam "katanya.
Mulai memeluk Islam sejak usia 17 tahun, Hana datang dari latar belakang keluarga Kristen yang tidak terlalu mementingkan agama dalam kehidupan mereka. Ayahnya berasal dari Jepang sedangkan ibunya adalah seorang wanita Inggris. Minatnya pada Islam dimulai saat belajar di sekolah tinggi. Hana bertemu dan bersahabat dengan beberapa siswa Muslim. Pada pandangan Hana, sahabat-sahabatnya yang beragama Islam terlihat berbeda dengan yang lain. "Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa siswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi berlibur di sebuah klub malam." katanya. Untuk Hana, hal itu sangat menarik. Selain itu, sahabat-sahabatnya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan diajak berdiskusi terkait hal kuliah. Menurutnya, siswa Muslim lebih banyak menghabiskan waktu mereka membaca di perpustakaan atau berdiskusi.
Dari sahabat-sahabat Muslim itulah, secara perlahan-lahan Hana mulai tertarik dengan ilmu filsafat terutama filsafat Islam. Sejak saat itu, Hana mulai mempelajari filsafat Islam langsung dari sumbernya yaitu Al-Quran. Kenyataan bahwa Al-Quran tetap sama seperti sebelumnya berarti bahwa selalu ada titik referensi untuk semua hal. "Di dalam Al-Quran, saya menemukan banyak referensi berkisar pada isu-isu mengenai hak wanita. Semakin banyak saya membaca, semakin diri saya setuju dengan ide-ide dibalik Al-Quran dan saya bisa melihat bagaimana Islam bisa mewarnai kehidupan sahabat-sahabat Muslim saya. Namun saat itu, keinginan untuk memeluk agama ini masih belum tiba. Sampai tiba pada satu titik yang mana saya tidak dapat mengatakan tidak pada diri saya tentang kebenaran agama ini, maka saya memutuskan untuk menjadi seorang Islam "katanya.
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemukan suatu paksaan dan hambatan, dengan hanya disaksikan oleh teman-teman Muslimahnya, Hana pun mengucapkan dua kalimat syahadat. "Menyatakan hal tersebut kepada keluarga adalah sesuatu yang mudah. Saya tahu mereka akan gembira selama saya juga gembira, dan mereka bisa melihat itu adalah sesuatu yang baik," tuturnya.
Seperti halnya saat Hana memutuskan untuk memeluk Islam, begitu juga keputusan untuk mengenakan hijab datang tanpa paksaan. Hana mulai mengenakan hijab di hari sama dia mengucap dua kalimat syahadat. "Ini merupakan cara terbaik untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan saya di masa depan," ujarnya.
Keputusan untuk mengenakan hijab pada waktu yang sama menerima berbagai reaksi dari orang-orang di sekelilingnya, terutama teman rapatnya. Sebelum mengenakan hijab, Hana sudah memahami pemahaman negatif terhadap orang-orang yang berhijab. "Saya tahu apa yang mereka pikirkan tentang hijab, tetapi saya akan bersikap berpura-pura tidak mengetahuinya. Namun seiring dengan waktu, orang-orang di sekitar saya sekarang sudah bisa menerima penampilan saya dengan balutan hijab." katanya lagi.
Dalam blog pribadinya, Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di sebuah negara barat adalah sedikit menakutkan, terutama ketika semua mata di sekitarnya memandangnya dengan pandangan yang aneh. Umpan sajalah, sebagian penduduk de negara-negara barat telah dijangkita dengan wabah Islamofobia. "Oleh sebab itu, saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu para muslimah di mana jua untuk terus berusaha mengatasi perasaan takut itu." ujarnya. Kini, dengan busana Muslimah yang dirancangkannya, kaum Muslimah di negara-negara barat mampu tampil dengan busana yang bisa diterima oleh masyarakat di sana tanpa meninggalkan aturan yang ditetapkan Islam.
Kini model busana Muslimah yang diperkenalkannya bukan saja mendapat sambutan yang hangat dari muslimah di seluruh dunia, bahkan penerimaan dari yang bukan Islam juga sangat mendorong.
0 KOMENTAR: